ARSITEKTUR NUSANTARA MENURUT JOSEF PRIJOTOMO

 ARSITEKTUR NUSANTARA
MENURUT JOSEF PRIJOTOMO

Beberapa pengertian dan fungsi teori antara lain adalah merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis, maksudnya adalah mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan data dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. (Wahid dan Alamsyah, 2013:1). Teori-teori yang berupa spekulasi-spekulasi yang sampai saat ini yang tidak dapat ditolak kebenarannya dan memiliki manfaat bagi kehidupan. Walaupun demikian, teori di dalam ilmu pengetahuan masih mutlak keberadaannya.



Tulisan ini berisi laporan hasil studi pemikiran teori dan metoda perancangan arsitektur Nusantara menurut Prijotomo. Arsitektur Nusantara memang bukanlah arsitektur tradisional, walaupun keduanya menunjuk pada sosok arsitektur yang sama yakni, arsitektur yang ditumbuh kembangkan oleh demikian banyak anak bangsa atau sukusuku bangsa di Indonesia. Arsitektur Nusantara ini telah menempatkan dirinya menjadi salah satu kekayaan jatidiri 
kemanusiaan dan arsitektur menempatkan dirinya sebagai salah satu pernyataan jatidiri anak bangsa Nusantara. Pengkinian arsitektur Nusantara menjadi langkah pokok dalam menjaga kesinambungan antara asitektur masa lampau (baca: arsitektur Klasik Indonesia) dengan masa kini dan masa mendatang. Pengkinian bukan berarti kembali ke masa lampau, tetapi arsitektur masa lampu dijadikan sebagai sumber kreatifitas dan akar kearsitekturan di Indonesia. atas dasar inilah, arsitektur Nusantara dibangun sebagai sebuah pengetahuan yang dilandaskan dan dipangkalkan dari filsafat, ilmu dan pengetahuan arsitektur. Dengan memanfaatkan globalisasi sebagai kesempatan untuk mengglobalkan arsitektur Nusantara sebagai sebuah sumbangan internasional di bidang pengtahuan arsitektur.

Sungguh disayangkan apabila arsitektur klasik Indonesia sebagai pengtahuan anak bangsa Nusantara, dipahami sebagai buah dari budaya atau “arsitektur sebagai cerminan kebudayaan”. Pemahaman seperti ini tentunya menempatkan pengetahuan arsitektur Klasik Indonesia di dalam posisi yang terpinggirkan untuk ditumbuh dan menjadi barang pusaka yang dikeramatkan.
A. Teori Dalam Arsitektur
Menurut Nesbitt (1996:16-20) bahwa, di dalam disiplin arsitektur, teori adalah wacana yang menjelaskan praktek dan produksi arsitektur dan menguraikan tantangan. Teori juga membahas tentang arsitektur dan alam yang dikembangkan melalui pembangunan bangunan, merombak sifat fluktuasi dari simpati, harmoni dan intergritas dari alam.
Attoe (dalam Snyder,1979:37-38) memberikan beberapa dasar pemikiran tentang teori arsitektur sebagai berikut:
     - Teori dalam arsitektur membicarakan apakah arsitektur, apa yang harus dilakukan
        (dicapai), dan bagaimana merancang sejarah yang berkaitan dengan arsitektur,                     membicarakan teori-teori, peristiwaperistiwa (sejarah), metode-metode perancangan             dan bangunan-bangunan.
    - Teori dalam arsitektur canderung tidak seteliti dan setepat  dalam ilmu pengetahuan.
    - Salah satu ciri penting dari teori ilmiah yang tidak terdapat dalam arsitektur ialah                    pembuktian yang terperinci. Attoe Juga memberikan kejelasan bahwa agar dapat                  diterima oleh kalangan sarjana atau akademik, maka teori dalam arsitektur harus                  ditunjang dengan fakta yang jelas dan pada mulanya diterangkan secara terperinci.
    - Teori dalam arsitektur adalah hipotesa, harapan dan dugaan-dugaan tentang apa yang          terjadi bila semua unsur yang menjadikan bangunan dikumpul dalam suatu cara,                   tempat dan waktu tertentu
    - Teori dalam arsitektur mengemukakan arah, tapi tidak dapat menjamin hasilnya.                   Arsitektur tidak memilahkan bagian-bagian namun mencerna dan memadukan beragam       unsur dalam cara dan keadaan baru, sehingga hasilnya tidak seluruhnya dapat                     diramalkan.
   - Teori-teori tentang apakah sebenarnya arsitektur itu meliputi identifikasi variabelvariabel         penting seperti ruang, struktur atau proses-proses kemasyarakatan di mana bangunan-        bangunan seharusnya dinilai.
Menurut Abraham Kaplan (dalam Lang, 1987:15) bahwa teori adalah praktek dan harus berdiri dan jatuh dengan kepraktisan asalkan modus dan konteks aplikasi akan sesuai ditentukan. Hal ini ditambahkan oleh Jon Lang 1987, jika teori adalah praktek, maka hal ini terutama berlaku untuk bidang terapan seperti arsitektur dan arsitektur lansekap. Jika teori tidak melakukan hal ini berarti teori tidak relevan.

1. Tipe Teori Menurut Jon Lang

Abraham Kaplan (dalam Lang, 1987:15) menyatakan bahwa, teori adalah praktek dan harus berdiri dan jatuh dengan kepraktisan asalkan modus dan konteks aplikasi akan sesuai ditentukan. hal ini ditambahkan oleh Jon Lang 1987, jika teori adalah praktek, maka Hal ini terutama berlaku untuk bidang terapan seperti arsitektur dan arsitektur lansekap, Jika teori tidak melakukan hal ini berarti teori tidak relevan, hal ini sependapat dengan Nezbit (dalam Johannes,2012:81), bahwa teori adalah wacana yang menjelaskan praktek dan produksi arsitektur.

Menurut Lang (1987:18)

ada dua jenis teori arsitektur, yaitu teori positif dan teori normatif, penjelasan ini dijabarkan
sebagai berikut:

     a. Teori Positif
Menurut Lee (dalam Lang, 1987:15), bahwa Teori positif sering kali disajikan sebagai bebas nilai “value Free”. Banyak orang telah menantang ini sebagai sangkaan dan cukup benar. Tujuan dari teori positif adalah menjadi bebas nilai, untuk menghindari bias dan mencari penjelasan alternatif serta untuk menerapkan aturan metode ilmiah untuk pengamatan dan penjelasan. Hal ini di susun definisi operasional dari variabelvariabel yang dianalisis sehingga tidak ada ambiguitas dalam penafsiran istilah, diikuti oleh observasi terkontrol dan observasi berulang. Teori positif dibidang desain, penerapan pengambilan keputusan terdiri dari dua komponen yaitu teori substantif dan teori prosedural. Teori Subtantive menekannkan pada sifat fenomena dimana arsitek dan desainer harus bekerja secara sistematis dan spesifik.

     b. Teori Normatif
Menurut Lang, (1987:15-16) bahwa. Teori normatif adalah istilah yang ambigu Teori normatif yang dibangun dari teori positif, keduanya didasarkan pada persepsi tentang bagaimana dunia bekerja tetapi kedua hal ini didasarkan juga pada persepsi tampilan yang baik dan benar atau salah, yang diinginkan dan tidak diinginkan, apa yang bekerja dengan baik dan apa yang bekerja buruk. Teori Normatif dibidang desain adalah bersangkutan juga dengan isu-isu substantif dan prosedural. Berbeda dengan teori positif, teori normatif yang bersangkutan dengan posisi yang berbeda telah diambil atau mungkin diambil dari lingkungan hidup peran desainer adalah,apa lingkungan yang baik, dan bagaimana proses desain harus dilakukan.

2. Tipe Teori Menurut Kate Nesbitt

Nesbitt membagi beberapa tipe teori dalam arsitektur yang dicirikan oleh beberapa sikap terhadap presentasi yang membedakan pada sikap “netral” posisi deskriptif. Ada empat tipe teori terhadap sikap penyajian masalah subjeknya, antara lain:

a. Teori Preskriptif
Teori ini menawarkan penyelesaian baru dan menghidupkan kembali solusi untuk masalah-masalah khusus. Teori ini berfungsi membentuk norma-norma baru untuk praktek. Jenis teori ini dapat kritis bahkan radikal, atau afirmatif status quo (konservatif).
b. Teori Proskriptif
Teori ini memiliki kesamaan dengan teori preskriptif. Teori ini menawarkan norma atau standar yang dihindari dalam desain. Zonasi fungsional adalah contoh dari teori proskriptif.
c. Teori Afirmatif (Konservatif)
Teori ini mengatur mutu konsisten dengan membatasi ahan dan pilihan gaya, kemunduran dan pengumpulan gaya.
d. Teori kritis
Teori ini mengandung perenungan spekulatif dibandungkan dengan teori deskriptif dan preskriptif, mengandung pertanyaan, dan kadang-kadang utopia (idaman). Teori ini menilai dunia yang dibangun dan hubungannya terhadap masyarakat yang dilayaninya, teori kritis dapat secara ideology didasarkan pada Marxisme atau Feminisme.

3. Tipe Teori Menurut Edward Robbins
Edward Robbins (dalam Prijotomo, 2004 yang dikutip dari Iwan Sudrajat,1997), menyatakan bahwa ada tiga kelompok teori arsitektur yaitu: theory in architecture, theory of architecture dan theory ebout architecture. Sebagai berikut :

a. Theory In Architecture
Jenis teori ini pada umumnya mengamati aspek-aspek formal, tektonik, struktural, representasional, dan prinsip-prinsip estetik yang melandasi gubahan arsitektur, serta berusaha merumuskan dan mendefinisikan prinsip-prinsip teoretis dan praktis yang penting bagi penciptaan desain bangunan yang baik.
b. Theory of architecture
Jenis teori ini berusaha menjelaskan bagaimana para arsitek mengembangkan prinsip-prinsip dan menggunakan pengetahuan, teknik, dan sumber-sumber dalam proses desain dan produksi bangunan. Isu pokok di sini bukanlah prinsip-prinsip umum yang memandu desain, tetapi bagaimana dan mengapa arsitek mendesain, menggunakan media, dan bertindak, serta mengapa di antara mereka bisa terjadi keragaman historis maupun budaya.
c. Theory about architecture
Jenis teori ini bertujuan menjelaskan makna dan pengaruh arsitektur, mendudukkan arsitektur dalam konteks 
sosial budayanya, memberikan bagaimana arsitek bekerja sebagai produser budaya, atau memahami bagaimana arsitektur digunakan dan diterima oleh masyarakat. 

Dengan kata lain, teori ini berusaha menjelaskan bagaimana arsitektur berfungsi, dipahami dan diproduksikan secara sosial budaya. Penjelasan-penjelasan tipe teori tersebut, dibuat suatu kesimpulan sederhana untuk melihat perbandingan antar tipe teori (tabel1).

B. Arsitektur Nusantara

Di bawah ini adalah penjelasanpenjelasan yang membahas mengenai arsitektur Nusantara oleh beberapa peneliti, antara lain penelitian dari Maria I. Hidayatun (2003) dengan judul “Belajar Arsitektur Nusantara dari Gereja Puhsarang Kediri, Tinjauan ke-Bhineka Tunggal Ika-an” dan penelitian dari Galih Widjil Pangarsa (2008) dengan judul “Bahtera Kemanusiaan Nusantara Di laut Karawitan arsitektur”. 
Dalam penelitian yang pertama, Hidayatun (2003:1&6) menjelaskan beberapa prinsip dasar arsitektur Nusantara, dengan uraian sebagai berikut. Pertama, Arsitektur Nusantara merupakan sebuah pernyataan yang mengandung beribu gambaran dan persepsi.

Belajar dari pengetahuan yang pernah dipelajari sejak sekolah dasar Nusantara merupakan sebuah setting tempat yang luas, terdiri dari beberapa pulau dan berisikan penduduk dengan latar belakang budaya yang sangat beragam. Di dasari oleh pengetahuan sejarah yang diberikan sejak mulai dikenalkan dengan setting dimana Nusantara itu berada, adalah berawal dari kekuasaan masa Majapahit. Dengan demikian, maka kita akan menjadi paham apabila batasan tentang tempat menjadi sangat luas. Bicara tentang Nusantara, kita diingatkan oleh sebuah karya besar Gajah Mada yakni sumpah Palapa yang antara lain berisi tentang ke-Bineka Tunggal Ika-an yang menunjukkan bahwa tempat yang begitu luas dihuni oleh berbagai suku bangsa dengan berbagai latar belakang budaya, namum tetap dalam satu naungan yakni Nusantara. Oleh karena itu pemahaman terhadap aarsitektur Nusantara harus pula dipahami seperti “Sumpah Palapa” yang tidak menutup kemungkinan adanya pertalian dari berbagai suku bangsa seperti misalnya antara Jawa-Madura-Sumba-Timor-Batak dsb.

Adalah sebuah pencarian tentang hakekat berarsitektur dalam bumi Nusanatara ini. Kedua, belajar tentang arsitektur Nusantara adalah bagaimana mempelajari kebergaman atau ke-Bineka Tunggal Ika-an dalam sebuah kacamata atau dalam kebersatuan. Memang tidaklah mudah, tetapi satu sikap yang seharusnya dibina sejak awal mencoba mengerti dalam sebuah pemahaman yang hakiki, berbicara tentang dasar, prinsip dan pedoman. Oleh karena itu yang ditelusuri bukan dalam perbincangan fisik saja, tetapi lebih pada pengetahuan dasar yang melatar belakangi sebuah fungsi, seperti misalnya bukan berbicara dengan dasar sebuah kamar tidur atau bilik, melainkan berbicara tentang sebuah pernaungan dengan nilai-nilai yang berada dibalik pernaungan itu.


Dalam penelitian yang kedua, Pangarsa (2008:8) menjelaskan arti dari Nusantara bahwa Dari kata Kawi “nuswa” atau “nusya” yang berarti pulau, dan “antara”: menunjuk area berpulau-pulau mulai Semenanjung Malaka di Barat, Papua di Timur, Pulau Formosa di Utara pada batas garis lintang 23½Âº LU, dan Pulau Rote yang terletak di batas paling Selatan Indonesia. Itu sering dilihat sebagai wilayah dimana bahasa dan tradisi Malayo-Melanesia-Polynesian cukup dominan. Pengarsa (2008:2,3da&4) mencoba menampilkan ciri utama dari arsitektur di wilayah Nusantara melalaui beberapa poin dengan uraian sebagai berikut. Pertama, Berdaun sepanjang tahun:


arsitektur pernaungan. Ruang-luar Arsitektur Nusantara adalah ruang berkehidupan bersama. Itulah yang menunjukkan bahwa pernaungan adalah arsitektur bagi fitrah manusia. Arsitektur Nusantara bagai bayi di dalam perlindungan rahim batas teritori yang kokoh, meski sebenarnya. ia hanya bernaung saja di dalamnya. Di dalam kekokohan perlindungan rahim, ia tetap terkait dengan dunia-luar lewat jasad sang ibu. Arsitektur pernaungan ada dalam kerangka-struktural dan kaitan-sistemik dengan lingkungannya. Inilah universalitas yang sebenarnya dapat dipakai di mana pun di muka bumi. Maka dapat dipahami, sangat sulit menerapkan konsep arsitektur pernaungan di belahan bumi sub-tropik empat musim yang hanya berlingkungan-daun seperempat tahun saja. Tiga perempat tahun yang lain, iklim dingin lebih banyak mendesak-paksa. manusianya untuk masuk ke dalam ruang perlindungan. Ruang-luarnya sulit dimanfaatkan sebagai ruang bersama yang bernuansa akrab. Arsitektur pernaungan adalah konsep yang sangat tergantung pada sifat dan keadaan struktur dan sistem di luar tapak. Ketika keadaan eksternal berubah, kualitas pernaungan itu pun ikut berubah. Kedua, Arsitektur Nusantara berkembang dari tradisi berhuni di lingkungan berpohon-pohon, bukan di lingkungan bergua-gua . dua tipologi tradisi berhuni prasejarah itu sudah terbukti secara arkeologis. Arsitektur Nusantara yang pernaungan ialah hasil kristalisasi pengalaman empirik selama ribuan tahun. Hampir seluruh penelitian mutakhir tentang budaya bermukim di Asia tropis lembab, menunjukkan bahwa ruang bersama tempat kehidupan sosial penuh keakraban bagi masyarakat manusia tropis lembab adalah pada jalan lingkungan, gang, halaman bersama, ruang-bersama desa, sekitar pundèn, ruang antar-émpèran rumah. Singkatnya: ruang-terbuka-bersama. Jika ada atap, batang-kayu kolom strukturnya tetap memberi karakter terbuka dan dapat menjalin pertautan spasio-visual dengan ruang lain. Kolom-kolom rumah panggung berupa garis, esensinya tak mengkomsumsi ruang; lantai yang didukung kolom-kolom itu justru memproduksi ruang. Kini arsitektur bangunan gedung di Indonesia dapat digolongkan menjadi “ACtektur” dari golongan berpunya yang dari awal memang sudah menolak berjendela, tertutup rapat serta menjadi benteng perlindungan dari iklim-mikro kota yang makin panas-ganas dengan jalan pintas untuk dirinya sendiri. Golongan kedua adalah “nonAC-tektur” dari golongan tak berpunya lemah-papa dalam segala pengertian: sumpek, sumuk, dan semrawut. Nusantara sungguh beruntung (di masa lalu) dianugerahi alam  ramah. Ketiga, Pulau-pulau Arsitektur Bahari Mentawai dan Nias berbeda ciri meski letak geografisnya dekat; Madura dan Jawa Timur pedalaman pun tak dapat dipersamakan. Keunikan lokalitas tak kenal jarak, tetapi ditentukan oleh eksklusifitas jejaring peradaban yang di masa lalu, terbatasi oleh air laut. Satuan hunian ruang budaya di Nusantara terbentuk lewat eksklusifitas pulau-pulau. Dengan demikian, pada hamparan lautnya nan luas, kemajuan teknologi. Berkaitan pula dengan pertumbuhkembangan arsitekturnya masing-masing. Bagi masyarakat Arsitektur Nusantara Bahari ada kaitan antara arsitektur dengan kemajuan teknologinya: mulai dari perahu bergalah, berdayung, bercadik tunggal atau ganda, kemudian berkembang dengan layar, dan seterusnya. Pinisi berlayar merupakan loncatan teknologi dari perahu berdayung Majapahit.












Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama