TEKNIK DAN CARA PENGAWETAN KAYU

TEKNIK DAN CARA PENGAWETAN KAYU

lndonesia terletak di negara tropis pada 6"LU dan 11'LS. Di daerah seperti ini, tumbuh berbagai jenis tanaman. Di antaranya kayu dan bambu yang dapat tumbuh dengan baik serta terdiri dari bermacam-macam jenis. Oleh sebab itu, masyarakat lndonesia sangat akrab dengan penggunaan kayu dan atau bambu. Hal ini dapat dilihat pada rumah tradisional, mulai dari tiang rumah sampai dinding rumah. Bila perlu, atap pun menggunakan kayu atau bambu. Tentunya hal ini beralasan sekali karena kayu dan bambu adalah bahan konstruksi bangunan yang relatif mudah diperoleh dan mudah dibentuk dengan peralatan yang minim sekalipun.

lndonesia terkenal sebagai salah satu penghasil kayu tropis terbesar di dunia. Produksi kayu di lndonesia diperkirakan mencapai 30 juta m3 setiap tahunnya. Ketika harga minyak menurun, untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi, lndonesia mengandalkan ekspor kayu sebagai salah satu komoditas nonmigas. Saat permintaan kayu dan bambu dalam bentuk mentah dan olahan terus meningkat, berhembus pula isu tentang lingkungan hidup. Hal ini menyebabkan nilai ekonomis kayu semakin tinggi. Tanpa perencanaan yang baik, sumber daya kayu hutan yang ada di lndonesia bisa terancam kelestariannya. Sebagai salah satu negara besarpenghasil kayu, lndonesia memiliki kira-kira 4.000jenis kayu. Darijumlah itu, kurang dari 25o/o-nya memiliki sifat keawetan rendah.

 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan (P3HHSEK) berhasil mengidentifikasi 3.233 jenis dan 3.132 jenis di antaranya sudah berhasil diklasifikasikan keawetannya. Dari jumlah tersebut, hanya 14,3o/ojenis kayu ya ng mem pu nyai keawetan tin g gi. Sisanya, 85,7o/otergolong kurang atau tidak awet sehingga perlu diawetkan terlebih dahulu sebelum jenis kayu ini digunakan.
Sebagian besar kayu dengan tingkat keawetan yang rendah tersebut masih cukup baik untuk digunakan sebagai bahan bangunan walaupun peka sekaliterhadap lingkungan tropis. Oleh karena itu, diperlukan suatu perlakuan khusus agar kayu-kayu tersebut dapat bertahan lebih lama dan tentunya untuk menghemat penggunaan kayu. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk menghemat pemakaian kayu dan bambu adalah dengan pengawetan.Tujuan pengawetan adalah memperpanjang umur pakai.

Secara umum, pengawetan dilakukan dengan memberikan perlakuan khusus kepada kayu dan bambu. Misalnya, dengan memberikan bahan pengawet atau mengeringkan kayu dan bambu sampai kadar air tertentu. Yang perlu diperhatikan, pengawetan harus disesuaikan dengan penggunaan kayu dan bambu. Penggunaan kayu dan bambu akan menentukan metode pengawetannya. Jika tidak, pengawetan akan menjadi mubazir dan membuang biaya. Jangan sampai pengawetan menyebabkan harga kayu dan bambu tidak ekonomis lagi.

Banyak metode pengawetan kayu dan bambu telah dikenal oleh masyarakat lndonesia. Prosedur pengawetan kayu telah mulai dibuat dan dilaksanakan oleh instansi terkait, tetapi prosedur pengawetan bambu yang resmi belum tersedia. Bahkan, keefektifan metode pengawetan bambu yang banyak dilakukan. Sebagian besar belum berhasil dibuktikan secara ilmiah.

lndustri pengawetan kayu di lndonesia beberapa tahun terakhir ini sempat dilanda goncangan. Belum adanya peraturan dari pemerintah yang mengharuskan penggunaan kayu yang sudah diawetkan, menyebabkan banyak industri pengawetan kayu terancam bangkrut. Oleh karena itu, peraturan tentang penggunaan kayu awetan sudah saatnya menjadi keharusan. Bukan semata-mata agar industri pengawetan kayu tidak bangkrut, tetapi agar konsumen sadar bahwa menggunakan kayu awetan berarti penghematan.


Pengawetan Kayu


A. Keawetan Kayu

Kayu merupakan bahan bangunan yang mudah diperoleh dan relatif murah. Namun,tidaksemua jenis kayu mempunyai keawetan yang baik. Bahkan, sebagian besar jenis kayu yang ada di bumi ini tidak mempunyai keaweatan seperti yang dikehendaki manusia.

1. Pengertian Keawetan Kayu

Apakah keawetan kayu itu? Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu tertentu terhadap berbagai faktor perusak kayu. Biasanya yang dimaksud adalah daya tahan terhadap faktor perusak biologis, misalnya jamur, serangga (terutama rayap dan bubuk kayu kering), dan binatang laut.
Dengan demikian, istilah"keawetan kayu"secara umum mengacu pada daya tahan kayu terhadap organisme tersebut. Secara sederhana, berdasarkan pada perkiraan lama pemakaian kayu pada berbagai keadaan dan ketahanannya terhadap rayap dan bubuk kayu kering, di lndonesia berlaku lima kelas awet, yaitu kelas I yang paling awet sampai kelas V yang paling tidak awet.




Daritabel tersebut, dapat dilihat juga bahwa selain faktor biologis, terdapat faktor lain yang memengaruhi keawetan kayu.Yang jelas terlihat adalah tempat kayu tersebut dipakai. Kayu yang awet jika dipakaidi bawah atap, belum tentu akan awet bila dipakai di luar dan berhubungan dengan tanah lembap. Kayu yang dipakai di daerah pegunungan, tinggi keawetannya akan berkurang jika dipakai di dataran rendah. Demikian juga, kayu yang awet di Amerika Utara belum tentu akan tahan lama jika dipakai di daerah tropis.
Keaweta n kayu m enjad i fa ktor uta ma penentu pen g g u n aan kayu dalam konstruksi. Bagaimanapun kuatnya suatu jenis kayu, penggunaannya tidak akan berarti bila keawetannya rendah. Suatu jenis kayu yang tidak memiliki bentuk dan kekuatan yang baik untuk konstruksi bangunan tidak akan bisa dipakai bila konstruksi tersebut akan berumur beberapa bulan saja, kecuali jika kayu tersebut diawetkan terlebih dahulu dengan baik.
Oleh karena itu, dikenal apa yang disebut dengan kelas pakai, yaitu komposisi antara kelas awet dan kelas kuat, dengan kelas awet dipakai sebagai penentu kelas pakai. Jadi, meskipun suatu jenis kayu memiliki kelas kuat yang tinggi, kelas pakainya akan tetap rendah jika kelas awetnya rendah.
Di daerah tropis, tempat organisme perusak kayu dapat hidup dan berkembang biak dengan subur. Keawetan kayu menjadi lebih penting lagi artinya. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai keawetan kayu dan berbagai faktor yang memengaruhinya menjadi hal yang utama. Seperti telah diutarakan sebelum ini, selain faktor biologis, keawetan kayu dipengaruhi pula oleh faktor lain, seperti kandungan zat ekstraktif, umur pohon, bagian kayu dalam batang, kecepatan tumbuh, dan tempat kayu tersebut digunakan. Selain itu, faktor suhu, kelembapan udara, dan faktor fisik lainnya akan ikut memengaruhi kegiatan organisme perusak kaYu tersebut.
 Untuk meningkatkan keawetan kayu, orang sering melakukan tindakan pengawetan. Tindakan ini biasanya dilakukan secara kimiawi. Namun, sebelum dilakukan tindakan pengawetan apa pun terhadap suatu jenis kayu, sebaiknya harus dipertimbangkan perlu tidaknya tindakan itu dilakukan, dengan mengetahui keawetan kayu terlebih dahulu. Kayu yang sudah awet tidak perlu diawetkan lagi. Hal ini untuk menghindari pemborosan yang tidak perlu.

 2. Foktor Penentu Keawetan Kayu

Selain faktor dari I uar, keawetan kayu juga ditentu kan oleh genetik kayu tersebut. Beberapa sifat yang memengaruhi keawetan kayu telah banyak diselidiki oleh ilmuwan. Yang paling berperan antara lain berat jenis, zat ekstraktif, dan umur pohon.

a. Berat Jenis

Sebagian orang berpendapat bahwa berat jenis kayu yang semakin tinggi memberikan pengaruh keawetan yang semakin baik. Pendapat ini dianggap berlaku untuk kayu yang berasal dari satu jenis saja. Banyak jenis kayu yang memiliki berat jenis tinggi, mempunyai keawetan di bawah jenis kayu yang memiliki berat jenis rendah. Dalam kasus seperti ini, beberapa ahli berpendapat bahwa zat ekstraktif mungkin lebih berperan dibandingkan dengan hubungan antara berat jenis dan kekuatan kayu yang berlaku umum.
Pernah ditemukan juga bahwa tingkat ketahanan terhadap serangan rayap pada kayu ulin, jati, resak, keruing, meranti, dan pulai adalah sama dengan urutan berat jenisnya. Meskipun begitu, hal tersebut belum dapat dijadikan patokan. Berat jenis kayu tidak berdiri sendiri dalam memengaruhi keawetan kayu. Oleh karena itu, sangat tidak tepat jika mengklasifikasikan keawetan kayu berdasarkan pada berat jenisnya saja.

b. Zat Ekstraktif
Zat ekstraktif yang terkandung di dalam kayu bisa bersifat sebagaifungisida atau insektisida. Sifat ini membantu sekali dalam membentuk keawetan alami kayu. Zat yang berperan antara lain zat fenol, terpene, soponin, flavonoid, dan tanin. Selain zat yang menguntungkan, terdapat juga zat yang apat merugikan keawetan kayu, misalnya zat gula atau zat
tepung. Jenis serangga tertentu menyenangi zat tepung dalam kayu sehingga kayu tersebut memiliki keawetan yang rendah.
Berdasarkan jenis zat ekstraktif tersebut, dapat diketahui suatu jenis kayu awet berdasarkan ketahanannya terhadap serangan organisme tertentu. Misalnya, saponin yang terdapat pada kayu sengon menyebabkan kayu ini dijauhi jamur Schizophyllum commune.Kadar zat ekstraktif juga berpengaruh positif. Keawetan akan meningkat dengan kenaikan kadar zat ekstraktif yang dikandung di dalam kayu yang sama.

c. Umur Pohon
Umur pohon memiliki hubungan positif dengan keawetan kayu. Tentunya hal tersebut berhubungan dengan kemampuan pohon tersebut untuk membangun jaringan dan mengisi sel-sel, termasuk juga pembentukan zat ekstraktif. Meskipun mengeluarkan zat yang merugikan, jika ditebang dalam umur yang tua, pohon tersebut mungkin akan lebih awet dibandingkan jika ditebang ketika masih muda.
Ada sebuah mekanisme didalam pohon yang merangkai berat jenis, zat ekstraktif, dan umur, menjadi suatu sistem bagi pohon untuk melindungidiirinya dan menjadikan tiaptiap pohon memiliki tingkat keawetan alami. Melalui berbagai metode pengawetan yang telah ditemukan, tingkat keawetan alami, terutama yang rendah, dapat dimanipulasi sesuai dengan keinginan kita agar kayu menjadi awet dan tahan lama.

B. Penyebab Kerusakan Kayu

1. Foktor Perusak Nonbiologis
Faktor perusak nonbilogis ini dipengaruhi antara lain oleh faktor fisik (udara, cahaya, air, panas, api), kimia (asambasa), meka n is (pukulan, gesekan). Terhadap fa ktor perusak nonbiologis ini, kayu relatif lebih tahan daripada bahan lainnya. Namun, faktor perusak nonbiologis ini belum banyak diselidiki, bahkan sering kali terjadi kekeliruan dugaan mengenai kerusakan kayu. Misalnya, pelapukan yang disangka terjadi karena faktor fisis, ternyata sebenarnya diakibatkan oleh faktor bilogis, yaitu jamur. Masih banyak contoh lain yang bisa ditemukan.
Berikut ini ditunjukkan beberapa contoh mengenai faktor perusak kayu nonbiologis.
·         Foktor Fisik Udara O, dalam udara perlahan-lahan mampu mengoksidasi selulosa pada permukaan kayu. Pada awalnya, udara keabu-abuan, sedangkan yang berwarna tua menjadi pucat. Selain itu, kayu menjadi rapuh. Pada kayu yang baru ditebang, udara yang masuk, terutama Or, dapat bereaksi dengan sel parenkim yang mula-mula masih hidup. Caranya dengan membentuk gelembung yang disebut tyloses, untuk menyumbat saluran di dalam kayu.
Gejala inidisebut einlauf dan banyakterdapat pada dolok kayu beuk (Fagus silvatico) yang baru ditebang. Gejala ini banyak terdapat di Jerman. Kayu yang terkena einlauf lebih sukar ditembus bahan pengawet, meskipun kekuatan kayu tersebut tidak dirugikan karena hanya berupa cat warna. Belum dapat dikatakan dengan pasti apakah einlauf juga terdapat pada jenis kayu di lndonesia, meskipun pernah dijumpai pada kayu jati.

·         Sinar Matahari

Sinar matahariyang langsung menimpa kayu dapat menimbulkan retak karena terjadi pengeringan yang terlalu cepat. Komponen sinar ultra-ungu (ultraviolet) dari cahaya matahari secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan oksidasi pada permukaan kayu. Akibatnya, di dataran tinggi, kayu itu akan berwarna kecokelat-cokelatan atau keabuabuan bila ada pengaruh garam besi.
Sinar ultra-ungu akan lebih banyak memengaruhi lignin daripada selulosa. Akibatnya, kayu akan menjadi rapuh dan mudah patah. Untuk kayu yang tebal, hal ini tidak akan menyebabkan kayu berubah warna menjadi kecokelatcokelatan, kemudian kayu yang berwarna muda menjadi rusak sama sekali. Sebagai contoh, kertas koran (yang 80% banhannya terdiridari kayu) akan menjadi mudah sobekjika terus-menerus terkena sinar matahari.

·         Angin

Penguapan yang terlalu cepat dan tidak merata yang disebabkan oleh angin, dapat menimbulkan keretakan pada kayu. Selain itu, angin adalah pembawa spora jamur perusak kayu yang menginfeksi kayu. Di daerah berpasir, angina akan membawa pasir dan mengakibatkan permukaan kayu menjadi aus karena gesekan pasir tersebut.

·         Air

Air yang berada dalam kayu memberikan pengaruh yang buruk. Pada umumnya, kekuatan kayu menjadi lebih rendah ketika kayu tersebut banyak mengandung air (kadar air tinggi) dibandingkan dengan kayu kering. Perubahan kandungan airdalam kayu bisa menyebabkan mengembang dan menyusutnya sel-sel kayu dan hal ini mengakibatkan
keretakan. Uap air panas (steom) juga memengaruhi kerusakan kayu, bergantung pada lama dan besarnya tekanan uap tersebut. Uap air sedikit demi sedikit akan merangsang keluarnya asam cuka, asam semut, dan metil-alkohol kayu.
Kemudian, keluar juga gula, hemiselulosa, dan juga zat semacam lignin dan zat penyamak. Kayu akan menjadi lunak dan modulus elastisitasnya menurun sampai 800/0. Beberapa pendapat menyatakan bahwa uap panas dapat menurunkan pengembangan/penyusutan kayu sehingga menjadi lebih stabil daripada kayu biasa.

·         Suhu

Kayu yang mendapatkan panas sekitar 100'C tidak akan mengalami perubahan, kecuali pengeringan yang lebih cepat. Jika pemanasan ini dilakukan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama, perubahan akan terjadi. Secara pasti, proses perubahannya belum diketahui. Namun, diduga hal ini terjadi karena pemanasan yang lama, kayu menjadi rapuh. Pada suhu sedikit di atas 100"C sampai dengan sedikit di bawah 200'C, terjadi perubahan yang sangat lambat, terlihat dengan adanya pengurangan berat kayu. Ditemukan juga bahwa pemanasan pada suhu tinggi akan mengurangi sifat mengembang dan menyusut pada kayu sehingga kayu menjadi lebih stabil. Namun, metode ini tidak dipakai dalam praktik karena selain warnanya menjadi kecokelat-cokelatan, kekuatan kayu akan banyak berkurang. Selain itu, suhu yang rendah dapat menaikkan kekuatan kayu yang jenuh air. Namun, sesudah disimpan selama enam bulan di bawah atap, kekuatan kayu praktis kembali seperti semula.


b. Foktor Kimia Alkali/Basa

Kayu lebih tahan mendapat perlakuan alkali/basa meskipun zat hidrat arang (terdiri dari pentosan dan heksosa) larut di dalamnya. Selain itu, perlakuan basa dapat menimbulkan penyabunan terhadap damar. Pada perlakuan basa berkonsentrasitinggi dengan suhu kamar, sebagian kecil lignin dari kayu dapat larut. Dalam keadaan suhu dan tekanan tinggi, seluruh lignin dapat dilarutkan. Besarnya pengaruh perlakuan basaterhadap kayu berbanding terbalik dengan volume kayu. Pengaruh akan semakin besar bila kayunya semakin kecil. Begitu pula sebaliknya. Pada kayu yang berukuran besar, pengaruh perlakuan basa relatif kecil karena hanya terjadi di permukaan. Hal iini disebabkan oleh pengembangan serabut kayu mencegah masuknya alkali lebih dalam lagi. Pengembangan serabut kayu ini sudah dapat terjadi pada larutan alkali dengan konsentrasi keci I (1 o/o-5o/o). Konsentrasi alkali yang tinggi (pH > 1 1 ) dapat menurunkan kekuatan kayu. Alkali dengan pH 7-11 tidak menyebabkan kerusakan yang berarti, bahkan melindungi kayu dariserangan jamur. Karena larutan alkali konsentrasi rendah ini banyak digunakan (dalamperusahaan tekstil, binatu, pertanian, dansebagainya), alternatif kayu lebih dipilih daripada besi dan beton yang akan mengalami korosi dalam larutan alkali ini.

Asam

Dibandingkan dengan besi atau beton yang sudah mulai rusak pada pH 5, kerusakan yang berarti pada kayu baru terjadi pada pH 2 atau di bawahnya. Hal inidisebabkan ekstrak air dari kayu yang segar sebenarnya sudah berada pada keadaan asam dengan Ph 3,3-6,5. Oleh karena itu,tidak perlu khawatir terjadi korosipada kayu'dengan pH 2-7. Asam-asam organik pun, meskipun konsentrasinya tinggi, tidak mempunyai pengaruh yang berarti pada kayu. Asam akan menurunkan kekuatan kayu jika konsentrasi dan suhunya dinaikkan. Juga bila waktu perlakuan asam ini diperbesar (lebih lama). Serangan asam terhadap kayu dimulai dengan perombakan polyosa kayu menjadi fulfurol, asom semut, asom cuka, dan lain-lain. Pada konsentrasi asam yang tinggi,sel ulosa berubah menjad i hid roselu loso. Bila pada keadaan ini ditambahkan perlakuan panas, pengaruhnya akan bertambah besar. Bila juga ditambahkan asam-asam mineral dalam keadaan dimasak-panas, selulosa yang dirombak menjadi hidroseluloso akan berubah semuanya menjadi gula. Asom sendawa 5olo dalam keadaan dingin tidak berpengaruh pada beberapa jenis kayu, tetapi pada konsentrasi dan suhu tinggi, semua jenis kayu dirusaknya. Kayu jati tahan terhadap 5olo dsam garam dingin. Pada konsentrasi tinggi, kayu perlu dilapisi dengan karet, aspal, atau damar buatan karena akan menyebabkan berkembangnya kayu (meskipun dalam keadaan dingin) dan larutnya zat hidratarang, sedangkan lignin tertinggal.
Gas asam garam diisap oleh kayu dengan sangat cepat sehingga kayu berubah menjadi kecokelat-cokelatan dan kemudian hijau kehitam-hitaman. Sifat ini dapat dipakai untuk mengambil gas asam garam dari campuran gas lainnya. Kayu jati masih tahan terhadap asam belerang dingin dengan konsentrasi sampai. Pada konsentras i 40%, teIah terjadi perombakan hidrolisis secara hebat. Asam belerang dengan konsetrasi 960/o menyebabkan kayu menjadi arang, seperti terjadi pada bahan organik lainnya. Ada pendapat bahwa jika di-impregnir (dilapisi) dengan parafin, kayu itu menjadi tahan terhadap asam. Asam cuka 50o/o dan 800/o tidak menyebabkan penurunan kekuatan yang berarti. Penelitian menunjukkan bahwa penurunAn kekuatan sebesar 30% jika dibandingkan dengan kayu kering semata-mata disebabkan pengembangan. Oleh karena itu, bejana dan pipa kayu dapat dipakai pada pabrik asam cuka.

Garam

Keawetan kayu praktis tidak dipengaruhi oleh garam yang asam atau basa lebih ditentukan oleh nilai pH larutan tersebut. Larutan garam higroskopis yang pekat akan mengisap air dalam kayu sehingga menimbulkan penyusut an. Bejana atau pipa yang terkena larutan garam ini akan menjadi bocor. Kayu juga akan mengalami kerusakan akibat asam yang ditimbulkan oleh garam-garam yang mengalami penguraian di atas suhu 100'C. Garam tersebut mudah dipengaruhi hidrolisahidrolisa, misalnya garam besi, seng, aluminium, dan chrom.
Larutan garam kalsium umumnya tidak berbahaya untuk kayu. Meskipun demikian, pernah dijumpai kayu yang terdapat pada mesin cuci yang selalu terkena sabun kalsium, ternyata menunjukkan gejala penurunan kadar lignin dan selulosa. Garam natrium, terutama garam dapur, juga tidak merusak kayu. Garam notrium yang merusak kayu di antaranya adalah larutan sulfid natrium, terutama pada kayu berdaun lebar. Akantetapi, ternyata kayu sangat tahan terhadap air laut. Umumnya kerusakan terjadi karena kayu tidak tahan terhadap serangan binatang laut (penggerek atau yang lain) sehingga perlu diberi bahan pengawet.

c. Foktor Mekonis

Pada beberapa keadaan, sangat sulit membedakan apakah kerusakan kayu yang dijumpai itu karena kerusakan mekanis atau kare na serangan organisme tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan, kerusakan mekanis adalah kerusakan pada kayu yang disebabkan oleh gaya mekanis, seperti lenturan, pukulan, dn gesekan. Lantai kayu misalnya, lama-kelamaan akan mengalami aus karena pengaruh gesekan sepatu.

2. Faktor Perusak Biologis

Sebagai benda hidup, kayu memiliki sifat yang kurang menguntungkan karena adanya kemungkinan terjadi perusakan biologis oleh serangan organisme tertentu. Organisme perusak kayu banyak sekali ragamnya, tetapi yang terpenting dapat digolongkan sebagai berikut.

a. Jomur Pelapuk Koyu

Serangan jamur pelapuk kayu akan menghancurkan komponen utama dinding sel kayu. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya sifat mekanis kayu. Komponen utama dinding sel adalah lignin dan selulosa, sedangkan jamur dari kelas Bosidiomycetes ini memiliki kemampuan merombak lignin dan selulosa sehingga dengan sendirinya kekuatan kayu akan berkurang, bahkan bisa rusak. Beberapa jenis jamur hanya merombak seluloso, sehingga warna kayu yang dirombaknya berubah menjadi cokelat, sesuai dengan warna lignin yang tersisa. Oleh sebab itu, jamur tersebut dinamakan brown rot.Pada jenis lain dijumpai warna kayu menjadi putih pucat akibat serangan jamur yang merombak seluloso dan lignin sehingga jamur tersebut dikenal dengan nama white rof. Serangan brown rot pada umurnya lebih cepat menurunkan kekuatan kayu dibandingkan dengan serangan white rot Kekuatan kayu yang dipengaruhi jamur ini berturut-turut adalah keteguhan pukul, keteguhan lentur, keteguhan tekan, kekerasan, dan elastisitas.

b. Jomur Pelunok Koyu

Kekuatan kayu yang teserang oleh jamur pelunak kayu ini akan turun karena jamur ini menyerang lapisan tengah dinding sel. Serangan jamur dari kelas Ascomycetes ini terutama dijumpai pada kayu yang berhubungan dengan tanah atau air. Salah satu jenis yang terkenal dan terdapat di mana-mana adalah Chaetomium globusum kunze.

c. Jamur Pewarna Kayu

Serangan jamur ini lebih banyak ditemukan pada kayu yang basah atau masih segar. Berbeda dengan kedua jenis jamur yang telah disebutkan sebelumnya, jamur ini tidak merombak dinding sel, tetapi hidup dari zat pengisi sel. Meskipun serangan jamur ini tidak menurunkan kekuatan kayu, mutu kayu akan turun karena pewarnaan yang ditimbulkannya. Jamur pewarna dari kelas Ascomycetes ini mula-mula tumbuh pada permukaan kayu, kemudian dengan cepat sekali menembus ke dalam kayu sehingga kayu menjadi berwarna kelabu kebiru-biruan sampai hitam kotor. Jamur pewarna kayu yang umum dijumpai di daerah tropis adalah berasal dari genus Ceratocytis dan Diplodia.

d. RayapKoyuKering

Jenis rayap ini menyerang kayu yang berada dalam keadaan kering. Serangannya ditemukan pada hampirsemua jenis kayu yang ringan dan tidak awet. Rayap menggunakan seluloso sebagai bahan makanan sehingga kekuatan kayu menjadi hilang. Seran gan rayap dari famili Kalotremitidae initida mudah tampak dari luar. Namun, bagian dalam kayu sudah rusak berat, berlubang-lubang akibat gerekan rayap, bagian permu kaan kayu masi h tam pa k utu h. Ada nya kotoran berbentuk butiran halus menjadi tanda adanya serangan rayap kering ini. Bila diperhatikan secara saksama, hanya akan tampak lubang halus sebesar ujung jarum pada permukaan kayu.

e. RayapTanah

Jenis rayap ini umumnya menyerang kayu yang berhubungan dengan tanah, misalnya tiang listrik atau rel kereta api. Meskipun demikian, rayap ini juga menyerang kayu yang tidak berhubungan langsung dengan tanah, melalui terowongan yang dibuat dari dalam tanah.
Di lndonesia terdapat dua famili rayap tanah, yaitu Rhinotermitidae dan Termtidae. Sarangnya pada umumnya terdapat di dalam tanah. Agar dapat hidup dan berkembang biak, rayap ini harus selalu berhubungan dengan tanah untuk mendapatkan persediaan air.

f. Bubuk Kayu Kering

Bubuk kayu kering yang tampak pada kayu adalah akibat serangan serangga dari ordo Coleoptera. Akibat yang ditimbulkan mirip dengan serangan rayap kayu kering, yaitu kayu menjadi rapuh dari dalam. Biasanya bubuk kayu ini menyerang kayu yang sudah kering, misalnya bagian rumah dan mebel. Bubuk kayu kering initerutama dapat ditemukan pada jenis kayu yang banyak mengandung zat tepung. Serangan bubuk kayu dapat ditandai dengan adanya kotoran yang berbentuk tepung halus sebagai akibat gerekan serangga. Pada permukaan kayu akan tampak lubang keluar serangga dewasa.

g. Bubuk Kayu Bosoh

Bubuk kayu basah diakibatkan serangan kumbang Ambrosia darifamili Solytidoe dan Plotypodidae. Pada umumnya mereka menyerang kayu basah karena serangga ini memerlukan kadar air yang relatif tinggi, yaitu di atas 4Oo/o. Kayu yang berkadar air di bawah 25olo sudah tidak dapt diserang oleh kumbang ini. Serangan kumbang inimenyebabkan kualitas kayu turun akibat adanya lubang gerekan dan warna kehitaman yang ditimbulkan kemudian. Kayu yang diserang oleh kumbang ini akan menunjukkan lubang bulat kecil dengan diameter sekitar 0,5-2mm. Dinding lubang gerekan akan ditumbuhi jamur yang merupakan makanan bagi kumbang Ambrosia. Pertumbuhan jamur ini menimbulkan warna kehitaman pada dinding lubang gerek.


C. Pengawetan Kayu untukBahan Bangunan

Berbagaijenis kayu mudah ditemui di lndonesia, tetapi tingkat keawetannya tidak seragam. Dari sekitar 4.000 jenis kayu yang ada, dalam penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, sebagian besar memiliki keawetan alamiyang rendah. Meskipun demikian, kayu-kayu tersebut tetap dapat digunakan untuk bahan bangunan, tetapi peka sekali terhadap kondisi iklim tropis yang lembap seperti di lndonesia. Agar daya pakainya dapat ditingkatkan, sifat keawetan alami kayu tersebut harus diperbaiki. Kayu dengan tingkat keawetan alami yang tinggi semakin langka. Oleh karena itu, tentu saja kayu yang tingkat keawetan alaminya tinggi akan berharga mahal. Akhirnya, konsumen memilih menggunakan jenis kayu yang kurang awet sebagai komponen bangunan. Kayu yang umum dipakai untuk bahan bangunan perumahan didominasi oleh jenis meranti, kapur atau kamper, keruing, kempas, bangkirai, dan kayu-kayu campuran yang umumnya didatangkan dari luar Jawa. Selain kayu kamper, semuanya memiliki tingkat keawetan yang rendah (kelas awet lll - lV). Tanpa pengawetan yang baik, akan banyak kerugian yang ditimbulkan bila menggunakan kayu yang seadanya. Ada berbagai metode pengawetan kayu yang dikenal di lndonesia, dari yang sederhana sampai yang paling rumit. Cara yang dapat digunakan antara lain metode pelaburan, rendaman, dan vakum tekan.
Agar hasil pengawetan kayu sesuai dengan yang diharapkan, pertama-tama haruslah diketahui dulu jenis kayunya dan kemungkinan penyebab kerusakannya. Metode pengawetan kayu yang ada didalam buku ini lebih mengarah pada pencegahan (perlindungan) kayu dari serangan organisme tertentu (faktor biologis). Untuk hal yang bersifat nonbiologis (air, udara, matahari), tindakan pencegahan yang dilakukan adalah dengan memperhatikan konstruksi bangunan.

1, Tahap Proses pengawetan

Untuk mencapai hasil pengawetan yang optimal, perlu diperhatikan hal-hal berikut.
a) Kadar air yang terkandung dalam kayu yang akan diawetkan harus sesuaidengan metode pengawetan yang akan dipakai. Kering udara dalam kayu maksimal 35olo untuk metode pengawetan dengan vakum tekan dan maksimal 45o/o untuk metode proses rendaman dingin dan rendaman panas dingin.
b) Permukaan kayu harus tidak berkulit, bersih, dan bebas dari segala macam kotoran.
c) Kayu harus sudah dalam bentuk siap-pakai, tidak perlu pemotongan,penyerUtan,danperlakuanforminglainnya' Dalam keadaan terpaksa dilakukan forming,bagian yang terbuka dan tak tembus pengawet harus disapu dengan bahan pengawet konsentrasi tinggi secara merata.
d) Kayu dengan sifat keawetan atau berat jenis berbeda harus diawetkan secara terpisah.
e) Kayu dengan ukuran tebal berbeda harus diawetkan secara terpisah. Bahan pengawet adalah suatu senyawa kimia yang bila dimasukkan ke dalam kayu, dapat meningkatkan ketahanan kayu dari serangan faktor perusak biologis. Hal ini berarti bahan pengawet yang digunakan dalam pengawetan harus mampu mencegah serangan rayap tanah, rayapkayu kering  bubuk kayu kering, dan jamur perusak kayu.
Jenis bahan pengawet di lndonesia dibagi menjadi empat golongan, yaitu:
a) Golongan CCA, misalnya tanalith, kemira, celcure, dan osmose;
b) Golongan CCB, misalnya wolmanit, diffusol, dan impralit;
c) Golongan CCF, misalnya basilitp; dan
d) Golongan BFCA, misalnya koppers.
Semua bahan pengawet tersebut memiliki persyaratan penembusan dan retensi masing-masing. Nilai penembusan (penetrasi) bahan pengawet dinyatakan dalam satuan mm, menunjukkan kemampuan tembus bahan pengawet ke dalam sel kayu yang diawetkan. Retensiberarti kemampuan kayu menyerap bahan pengawet yang dinyatakan dalam
kg/m3. Formulasi yang beredar di pasaran bermacam-macam. Ada yang berbentuk tepung, pasta, dan cairan. Tentunya bahan pengawet yang baik harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
     a) memiliki daya penetrasi (penembusan)yang tinggi
     b) memilikidaya racun yang ampuh
     c) bersifat permanen
     d) aman dipakai
     e) tidak mengurangi sifat baik kayu

3, TahopPengawetan

a.       Metode Pencelupan
Peralatan pokok yang diperlukan dalam metode ini adalah:
      1. bak pencamur berguna sebagai tempat membuat dan mengaduk bahan pengawet
     2. tangki atau bak persediaan berguna sebagai tempat menyimpan persediaan larutan bahan pengawet              yang sudah siap pakai
      3. bak pencelup berguna sebagai tempat mencelupkan kayu yang akan diawetkan
      4. terpal kedap air berguna sebagai penutup kayu yang telah dicelup
     5. pompa pemindah larutan berguna sebagai alat untuk mengalirkan serta memindahkan larutan bahan               pengawet
    6. timbangan, gergaji, bor riap, gelas ukur, aerometer, dan pengukur kadar air. 

Agar pengawetan berjalan      mudah, usahakan tempat untuk pengawetan agak luas. Kayu yang akan diberi bahan pengawet ditumpuk rapi di satu sisi dan di sisi lain disiapkan untuk kayu yang sudah selesai dicelup. Pencelupan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan bantuan katrol. Jika menggunakan katrol, tumpukan kayu yang akan dicelup jangan lebih dari 75o/ovolume bak pencelup. Kayu dicelupkan dalam larutan beberapa saat, tidak lebih dari tiga menit. Segera setelah diangkat, kayu diletakkan sesaat di tempat yang kedap air dan bila dirasa tumpukan kayu tersebut sudah cukup banyak, barulah tumpukan ditutup dengan terpal. Hal ini bertujuan supaya penguapan








dapat dicegah dan kayu dapat tetap basah sehingga bahan pengawet dapat meresap ke dalam kayu.
Lama penutupan dengan terpal ini sangat bervariasi, bergantung pada jenis dan ukuran kayu. Paling tidak sekitar tiga minggu atau ketika penetrasi telah mencapai minimal 10 mm, terpal dapat dibuka. Jika angka ini belum tercapai sebaiknya terpal jangan dibuka dulu.

b. Rendamon Dingin

Peralatan pokok dalam rendaman ini terdiri dari:
1. bak pencampur digunakan untuk membuat dan mengaduk larutan bahan pengawet
2. bak atau tangki persediaan digunakanuntuk menyimpan persediaan larutan bahan pengawet yang   sudah siap pakai.
3. bak pengawet atau perendam digunakan sebagaitempat kayu diawetkan
4. pompa pemindah larutandigunakan untukmemindahkan larutan bahan pengawet
5. alat pelengkap: i, gelas ukur, pengukur kadar air, gergaji, dan bor riap.

Kayu yang akan diawetkan ditumpuk dalam bak pengawet dan diberi palang penahan supaya kayu tidak terapung. Kemudian, larutan bahan pengawet dialirkan dari bak persediaan ke dalam bak pengawet sampai permukaan larutan mencapai tinggi 10 cm di atas tumpukan kayu.
Penetapan retensi dan penembusan dipilih dari 10 contoh yang kira-kira mewakili. Kesepuluh potong kayu tersebut ditimbang dan ditempatkan dalam tumpukan kayu sedemikian rupa sehingga setiap saat dapat diangkat denganmudah untukditimbang kembali meskipun terendam dalam bahan pengawet.





c. Metode Rendaman Panas Dingin

Peralatan pokok yang digunakan untuk metode ini adalah sebagai berikut:
1. bak pencampur digunakan untuk membuat dan mengaduk larutan bahan pengawet
2. bak persediaan digunakan untuk menyimpan persediaan bahan pengawet yang sudah siap pakai
3. bak pengawet yang sudah dilengkapi dengan fasilitas pemanas
4. pompa pemindah larutan
5. alat bantu lain: hidrometer, gelas ukur, termometer, pengukur kadar air, gergaji, dan bor riap, serta timbangan.
Kayu yang akan diawetkan harus siap pakai dan dalam
keadaan kering udara atau setengah kering dengan kadar
air tidak lebih dari 45010. Seperti halnya dalam pengawetan
dengan rendaman dingin, setelah kayu ditumpuk dalam bak
pengawet, palang penahan harus selalu dipasang agar kayu
tidak terapung. Ketika larutan bahan pengaawet dialirkan ke
dalam bak pengawet, biarkan bahan itu merendam tumpukan kayu sampai ketinggian 10 cm dari permukaan kayu.




إرسال تعليق

Post a Comment (0)

أحدث أقدم